Sabtu, 16 April 2011

Lele Organik di Banyuwangi (Abdul Kohar)

Budidaya lele organik

Teori Maltus mengatakan bahwa “pertambahan penduduk berdasarkan deret ukur sedangkan pertambahan pangan berdasarkan deret hitung”. Berdasarkan teori tersebut, perkembangan manusia lama-kelamaan tidak akan diimbangi oleh jumlah pangan yang tersedia. Beberapa fakta yang terjadi diantaranya, konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri dapat mengancam penyeimbangan pertumbuhan pangan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk. Apabila dihiraukan akan menyebabkan krisis pangan secara global.

Selain itu, beberapa faktor lain seperti perubahan iklim dan kerusakan lingkungan juga tidak boleh diabaikan. Perubahan iklim beberapa dekade terakhir yang disebabkan oleh pemanasan global juga memberikan dampak yang signifikan. Contoh terbaru adalah gagal panen apel besar-besaran di sentra apel Batu Jawa Timur di tahun 2010, karena hujan yang tidak menentu menyebabkan pohon apel gagal berbunga. Kemudian dari faktor kerusakan lingkungan, sebagai contoh matinya ikan-ikan yang dipelihara di jaring apung di waduk jatiluhur karena menurunnya kualitas air akibat kandungan kimia air waduk yang melibihi ambang batas. Fakta-fakta tersebut merupakan contoh nyata terancamnya keberlangsungan pangan di Indonesia. Pengembangan pembudidayaan pertanian di berbagai sektor harus dibenahi. Pengembangan tersebut harus mampu memberikan solusi dan tidak memberikan masalah lainnya seperti penurunan kualitas, pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya.

Salah satu solusi yang dicoba untuk dikembangankan adalah dimulainya pembudidayaan secara organik. Beberapa tahun terakhir, di Kabupaten Banyuwangi tepatnya di Kecamatan Genteng telah dirintis pembudidayaan lele secara organik. Pembudidayaan ini berdasarkan konsep proses terjadinya suksesi. Kolam merupakan salah satu jenis ekosistem yang mudah mengalami proses suksesi yang merupakan proses untuk mencapai suatu keseimbangan di dalam ekosistem.

Ekosistem kolam yang telah mencapai suatu keseimbangan merupakan habitat yang nyaman bagi makhluk hidup. Di dalam kolam tersebutlah pembudidayaan lele dilakukan. Selama melakukan pembudidayaan, didapatkan dampak-dampak positif yang dirasakan petani, diantaranya:

1. Angka kematian lele mampu ditekan hingga 5%

2. Tersedianya pakan alami berupa fitoplankton dan zooplanton yang berasal dari aktifitas mikroorganisme dalam kolam. Adanya pakan alami lele mampu menekan pemberian pakan hingga 40%

3. Terjadi penghematan air, karena dari awal bibit masuk hingga panen tidak perlu dilakukan pergantian air.

4. Waktu panen menjadi lebih singkat antara 40-60 hari.

5. Apabila pakan ditambahkan dengan probiotik ikan, maka konversi pakan menjadi daging menjadi lebih tinggi karena mikroorganisme dalam probiotik membantu proses pencernaan pakan.

6. Air dalam kolam dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman.

7. Kandungan gizi lele lebih tinggi, rasa daging lebih gurih, dan tekstur daging lebih kering.

Persyaratan lokasi pembudidayaan yang harus dipenuhi secara umum adalah:

1. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian maksimal 700 m dpl.

2. Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.

3. Lokasi untuk pembuatan kolam seharusnya berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air.

4. Ikan lele dapat hidup pada suhu 200 C, dengan suhu optimal antara 25-280C, sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-300C dan untuk pemijahan 24-280 C.

5. Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.

6. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan ikan.

7. Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan.

8. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar