Baru-baru ini majalah Forbes
telah merilis daftar orang-orang terkaya di Indonesia tahun 2011. Tidak ada
perubahan untuk peringkat 3 besar bila dibandingkan dengan tahun lalu, kakak beradik Budi & Michael
Hartono masih bertengger di peringkat taratas dalam daftar 10 orang terkaya di
Tanah Air. Konglomerat
Grup Djarum itu memiliki kekayaan US$14 miliar (sekitar Rp127,4 triliun). Tahun
lalu, Forbes juga menempatkan Budi & Michael Hartono di peringkat
pertama dengan kekayaan US$11 miliar. Berarti ada peningkatan kekayaan
sebesar US$3 miliar (sekitar Rp27,3 triliun).
Susilo Wonowidjojo tetap bertengger di peringkat ke-2 dengan nilai kekayaan
US$10,5 miliar (sekitar Rp95,5 triliun). Nilai kekayaan bos pabrik rokok Gudang
Garam itu meningkat US$1,5 miliar jika dibandingkan dengan peringkat Forbes 2010.
Sementara itu di tempat ketiga, Bos Sinar Mas Eka Tjipta Widjaja mendulang
kekayaan US$8 miliar (Rp72,8 triliun) atau meningkat US$2 miliar jika
dibandingkan dengan peringkat 2010.
Tidak terlalu mengherankan apabila orang terkaya di Indonesia ditempati
oleh konglomerat perusahaan rokok. Data pada tahun 2002 menyebutkan konsumsi
rokok Indonesia sebesar 182 miliar batang, jumlah yang sangat fantastik bukan?
Jumlah itu senantiasa bertambah karena pasar rokok di Indonesia bergerak tumbuh
ke tren positif ke depannya. Lalu akan timbul pertanyaan, apakah ada pihak yang
kontra terhadap trend seperti ini? Bagaimanakah upaya untuk menekan
perkembangan ini?
Merokok di kalangan remaja merupakan salah satu fenomena
gaya hidup modern yang paling membuat orang pusing tujuh keliling. Tak seorang
pun tahu cara memeranginya, atau bahkan memahami ujung pangkalnya. Asumsi utama
yang dipegang oleh gerakan anti-merokok adalah bahwa pengusaha rokok telah
membujuk kaum remaja dengan membohongi mereka, dengan menggambarkan bahwa
merokok sangat nikmat dan jauh tidak berbahaya dibanding yang sesungguhnya.
Guna mengatasi permasalahan itu, berbagai upaya telah
dilakukan untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia, mulai dari pembatasan jam
tayang iklan rokok, pemberian label “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan
Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin” pada setiap bungkus rokok
yang beredar di pasaran, kampanye-kampanye kesehatan masyarakat yang ekstensif
melalui berbagai media, ada juga fatwa haram MUI tentang rokok yang sempat menjadi
kontroversi.
Namun, makin lama makin jelas bahwa pendekatan ini tidak
begitu efektif. Sebagai contoh, mengapa kita berfikir bahwa kunci dalam
memerangi kebiasaan merokok adalah menyadarkan orang tentang bahaya rokok?
Sementara itu, kita tidak tahu seberapa efektif upaya orang dewasa memberitahu
remaja agar mereka tidak merokok. Sebagaimana kata hampir tiap orangtua anak
belasan tahun bahwa semakin sering mereka melarang dan berceramah tentang
bahaya merokok, justru semakin besar hasrat mereka untuk mencoba. Memang betul,
data terbaru
dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jika Indonesia menempati juara
ketiga dunia dalam hal merokok. Posisi Indonesia masih teratas karena dipicu
pertumbuhan perokok baru di kalangan generasi muda Indonesia yang tercepat di
dunia.
Fakta di atas tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa
upaya memerangi rokok sebaiknya dihentikan saja. Yang ingin saya tonjolkan
adalah bahwa pola pikir kita selama ini tentang penyebab kebiasaan merokok
sudah waktunya ditinjau kembali. Apabila ini sebuah endemi sosial, sudah
saatnya upaya anti-merokok dilakukan dengan pendekatan baru agar berjalan lebih
efektif.
Doel
Buitenzorg, 17-12-2012 (10.25)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar